Terakhir diperbarui pada April 1, 2023
Masa Kehamilan memang paling ditunggu dan menjadi saat paling menyenangkan bagi pasangan suami istri. Namun, perlu kalian ketahui bahwa perjuangan wanita saat hamil tidaklah mudah. Makanya wanita butuh suami saat hamil. Kelak, carilah suami yang tidak hanya mapan secara materi atau hanya ganteng. Tetapi juga harus yang “super baik”, yang bisa menemani mu dalam melewati every single day masa-masa terberat saat hamil.
— Ida Wahyuni
Bicara soal masa kehamilan, alhamdulillah saya diberikan kepercayaan hamil saat kuliah di luar negeri, tepatnya di Taiwan. Saat itu saya baru memasuki awal semester 2 kuliah S3 di National Central University. Memang hamil saat kuliah bukanlah cerita yang awam lagi. Sudah banyak orang yang survive dan berhasil menjalani masa kehamilan saat kuliah. Namun, tidak banyak yang hamil saat kuliah di luar negeri, tanpa keluarga besar, hanya ditemani suami.
Pada artikel ini, saya punya sedikit kisah untuk dibagi mengenai masa kehamilan saya selama menjadi mahasiswa S3 di luar negeri. Banyak seseruan dan juga hal lucu yang saya alami selama hamil. Silahkan simak kisah lengkapnya sampai habis ya.
Baca Juga: Cara Mendapatkan Beasiswa di National Central University (NCU) Taiwan
Awal Kehamilan
Saya dan suami tidak langsung dikarunia anak setelah menikah. Anak kami lahir setelah menikah sekitar 2 tahun lebih. Diawal masa pernikahan kami cukup produktif meniti karir sebagai dosen. Selain sibuk mengajar, ada banyak penelitian dan pengabdian yang harus diselesaikan.
Selain itu, di tahun pertama pernikahan, saya dan suami mendapatkan rezeki untuk melanjutkan kuliah S3 di luar negeri bersama. Kami pun tidak melewatkan kesempatan ini dan berangkat ke Taiwan untuk kuliah.
Seperti yang saya sebutkan di atas, saya hamil saat awal semester 2 kuliah. Entah bagaimana saya harus bersyukur, karena saya rasa waktu inilah yang paling tepat untuk mempunyai anak. Saya pertama kali tau hamil saat janin sudah 4 minggu.
Sama seperti gejala pada umumnya, saya telat menstruasi dan punya feeling untuk beli testpack. Ini testpack pertama yang saya beli di Taiwan dan iseng saya pakai untuk cek urine setelah saya telat menstruasi selama seminggu.
Sebenarnya ini bukan pertama kalinya saya melakukan testpack. Dulu setiap kali telat mens saya selalu testpack namun hasilnya masih negatif. Sehingga saya tidak terlalu berharap dan sudah strong jika hasilnya tetap negatif.
Kaget pastinya saat tiba-tiba testpack yang saya pakai saat ini menunjukkan dua garis yang sangat jelas. Dan, drama menunjukkan testpack positif ke suami pun dimulai. Reaksi suami? Bersyukur pastinya, tapi tidak seheboh yang ada di sinetron, hehe.
Masa Mual Muntah Saat Hamil
Sama seperti kehamilan pada umumnya, saya juga mengalami mual muntah. Gejala ini mulai saya alami sejak minggu ke 8. Awalnya hanya mual saja tidak sampai muntah. Namun saat sudah menginjak minggu ke 9, gejalanya semakin parah hingga pernah satu hari saya muntah 10 kali lebih.
Panik tentunya, karena dasarnya saya tidak suka dengan sakit yang punya gejala muntah. Percaya atau tidak, saya termasuk orang yang suka makan meskipun sakit, kecuali jika gelajanya muntah. Sehingga saat mual muntah di awal hamil selera makan saya langsung hilang. Satu-satunya cara yang bisa saya lakukan adalah periksa ke dokter dan mengonsumsi obat anti mual dari rumah sakit (RS).
Untuk mengurangi frekuensi mual dan muntah saya minum obat anti mual dari RS, terutama saat saya ada jadwal kuliah atau meeting. Masa mual muntah ini bertahan sampai akhir bulan ketiga kehamilan. Memasuki bulan keempat, saya sudah bisa merasakan lagi nikmatnya makan.
Bagaimana Dengan Jadwal Kuliah dan Lab Meeting?
Inilah salah satu hal yang membuat saya bersyukur dengan waktu kehamilan yang tepat. Salah satu alasannya adalah karena project yang saya kerjakan selesai (terminated) berdekatan dengan waktu awal kehamilan. Sehingga, saya bisa bolos lab meeting mingguan selama masa mual muntah sekitar satu bulan. Karena belum mendapatkan project pengganti saya punya waktu free tanpa project sekitar satu bulan lebih. Saya pun izin ke Professor untuk tidak ikut meeting mingguan dan izin mengerjakan tugas secara remotely dari apartemen selama awal hamil.
Kegiatan saya dikampus hanya kuliah dua kali seminggu, selebihnya saya istirahat di apartemen. Saya tidak bisa membayangkan jika saya hamil saat berkerja menjadi dosen. Kemungkinan bisa saja izin saat badan drop, namun waktu izin tidak akan sebanyak saat saya hamil waktu kuliah. Itulah alasan mengapa saya bilang waktu ini sangat tepat untuk awal hamil.
Masa Mulai Ngidam Saat Hamil
Awalnya saya tidak begitu percaya dengan ngidam. Saya termasuk orang yang selalu ingin makan apapun termasuk makanan yang ‘nyeleneh’ meskipun tidak hamil. Namun, rasa ingin makan makanan tertentu saat hamil ternyata berbeda. Jika rasa ingin makan saat tidak hamil bisa ditunda atau ditolak, maka rasa ingin makan saat hamil atau ngidam tidak bisa ditolak. Saat ngidam, tekstur dan rasa makanan benar-benar terngiang-ngiang dan tidak akan hilang sebelum makanan yang diinginkan datang.
Yang menjadi masalah adalah saya sedang hamil di Taiwan, sedangkan makanan yang saya ngidam-kan adalah makanan Indonesia yang cukup langka. Misalnya rujak cingur, cenil, dan beberapa makanan tradisional yang susah dicari. Beruntung saya ada jadwal pulang ke Indonesia saat liburan semester, tepatnya saat kehamilan 6 bulanan. Jadi saya langsung mencatat makanan apa saja yang ingin saya beli dan makan di Indonesia.
Cerita Lucu Saat Ngidam
Ada satu insiden lucu dimana saya kelewatan untuk memakan satu makanan yang saya ngidam kan, yaitu cenil. Makanan ini adalah sejenis makanan tradisional yang teksturnya kenyal dibalut dengan gula merah dan kelapa muda. Sebenarnya saya sudah beli makanan ini. Namun karena begitu banyak makanan yang saya beli, saya jadi kekenyangan dan cenil yang saya beli lupa belum saya makan.
Masalahnya waktu liburan saya sudah habis dan harus kembali ke Taiwan keesokan harinya. Awalnya saya nggak masalah, namun saat sudah di Taiwan hal itu teringat kembali. Saya ingat kalau belum makan cenil yang saya beli dan rasa ngidam itu balik lagi, hehehe. Saya pun bilang ke suami kalau pengen makan cenil, tapi di Taiwan beli dimana?
Akhirnya saya cari info dari teman-teman yang sudah lama di Taiwan dan mencoba mencari ke pasar tradisional. Hasilnya? Saya tidak menemukan penjual cenil. Sebenernya itu hanyalah cenil, tapi karena ini ngidam saya sampai nangis karena nggak kesampaian untuk makan makanan itu. Bagi orang lain khususnya suami, agak lebai memang sampai menangisi makanan yang tidak bisa dimakan. Tapi memang beginilah bedanya ngidam saat hamil dan tidak. Yang sudah pernah ngidam pasti tau rasanya.
Namun kejadian ngidam ini akhirnya terobati. Ngidam cenil tergantikan dengan makanan khas Taiwan yang terksturnya mirip cenil yang kenyal yaitu kue mochi. Mochi khas Taiwan ini bisa menghilangkan rasa ngidam cenil sehingga saya langsung beli beberapa kotak dan saya habiskan sendiri, hehe.
Jika kalian penasaran merk kue mochi yang saya makan di Taiwan, nama kue mochinya adalah Sun Moon Lake Mochi. Ada banyak pilihan rasa, dan yang paling saya suka adalah rasa wijen. Mochi ini unik karena lapisan luarnya dilapisi wijen hitam dan putih. Selain enak, kue mochi brand ini sudah dilengkapi label halal.
Layanan Kesehatan Selama Hamil
Beruntung saat hamil saya sudah punya asuransi kesehatan. Kenapa asuransi kesehatan penting? Karena biaya rumah sakit di Taiwan terbilang cukup mahal. Hal ini berbanding lurus dengan standar pelayanan dan fasilitas kesehatan yang baik. Sehingga asuransi kesehatan menjadi hal wajib untuk semua orang yang tinggal di Taiwan.
Untuk periksa kehamilan, saya memilih rumah sakit khusus ibu dan anak yang lokasinya tidak jauh dari kampus NCU, yaitu Soong Junhong Maternity Hospital. Rumah sakit ini punya fasilitas yang cukup lengkap, kemungkinan setara dengan rumah sakit ibu dan anak yang ternama di Indonesia. Saya tidak bisa membandingkan kualitas RS ibu dan anak di Taiwan dan Indonesia secara langsung, karena ini pengalaman pertama hamil dan saya hanya punya pengalaman ke RS ibu dan anak di Taiwan.
Untuk perbandingan secara detail saya tidak bisa menjelaskan, namun secara garis besar pelayanan dan standart yang dilakukan di RS Taiwan sangat baik. Saya mendapatkan pelayanan yang maksimal mengingat saya adalah orang asing di Taiwan. Saya berkomunikasi dengan bahasa Inggris, hanya sedikit bahasa Mandarin yang saya kuasai. Meskipun demikian pihak RS tetap berusaha melayani dengan baik. Karena cerita mengenai pelayanan di RS cukup panjang, cerita ini akan saya tulis pada artikel lainnya ya.
Baca Juga: Mau Tau Bagaimana Detail Periksa Kehamilan di Luar Negeri? Ini Penjelasannya!
Proses Melahirkan
Melahirkan adalah proses yang paling dikhawatirkan namun paling ditunggu dalam proses kehamilan. Bagi sebagian orang termasuk saya, prosesi melahirkan cukup menakutkan. Saya termasuk ke dalam orang yang tidak suka pergi ke rumah sakit karena satu alasan klasik, yaitu takut dengan jarum suntik. Bagi orang-orang yang sama dengan saya, proses cek darah, imunisasi, infus, atau apapun yang berkaitan dengan jarum suntik pasti terasa menakutkan. Sebenarnya saya masih belum percaya jika saya yang takut jarum suntik ini bisa melewati proses kehamilan sampai melahirkan dengan sukses.
Kembali ke topik awal, proses melahirkan di Taiwan juga punya standar yang cukup baik. Dari segi persiapan pra kelahiran, proses kelahiran, sampai pasca kelahiran di susun sedemikian rupa sehingga sangat memudahkan pasien dalam menjalaninya. Karena ini pengalaman pertama melahirkan, jadi saya tidak bisa membandingkan bagaimana proses melahirkan di Indonesia dengan detail juga. Namun saya merasa puas dengan standar yang dipakai disini.
Memantapkan Niat Untuk Melahirkan Di Taiwan
Awalnya pasti saya merasa khawatir dan takut, bisakah saya melahirkan di luar negeri hanya dengan suami tanpa didampingi keluarga besar? Saya sampai mencari info tentang doula atau jasa pendamping persalinan. Namun biaya doula di Taiwan ternyata cukup mahal, membuat saya urung menggunakan jasa doula. Sebenarnya keluarga di Indonesia menyarankan untuk melahirkan di Indonesia saja.
Namun konsekuensinya adalah saya tidak ditemani suami, karena kami tidak berencana cuti kuliah. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya saya putuskan untuk melahirkan di Taiwan. Pertimbangan tersebut adalah ketidakinginan menunda masa studi dengan cuti kuliah serta berbekal pengalaman dari teman-teman yang sudah pernah melahirkan di Taiwan,
Ditambah semangat suami yang begitu menggebu-gebu. Saya tidak pernah menyangka, suami yang selama ini nggak pernah (jarang) mau masak, nggak pernah mau cuci piring, nyapu, dan bersih-bersih bisa berubah. Setelah saya hamil, bahkan dari minggu ke-6 hamil, tanpa disuruh sudah berinisiatif masak, cuci piring, nyapu, dll. Meskipun dia kadang bercanda, masak sana, cuci piring sana, atau nyapu sana. Tapi saya tahu itu hanya candaan agar dia tidak terlihat sebagai pahlawan, hehe. Dan pada akhirnya saya cukup lega dan tidak ada masalah berarti saat melahirkan di Taiwan, meskipun hanya ditemani suami. Cerita lebih lengkap mengenai proses melahirkan di Taiwan akan saya bahas lebih detail pada artikel lain.
Baca Juga: Pengalaman Melahirkan di Taiwan
Maternity Leave atau Cuti Melahirkan
Sesuai peraturan di Taiwan, waktu untuk maternity leave atau cuti melahirkan adalah 2 bulan. Hal ini juga berlaku untuk mahasiswa yang punya kewajiban nge-lab seperti saya. Namun untuk kasus saya, ada kemudahan dalam melakukan maternity leave. Saya hanya perlu izin cuti pada Professor dan tidak perlu melakukan izin cuti di departemen.
Sehingga, kewajiban yang saya tinggalkan hanyalah pekerjaan di laboratorium dibawah pengawasan Professor. Sedangkan kewajiban lain seperti perkuliahan tetap bisa berjalan. Selain itu, saya juga harus segera mengurus dokumen-dokumen registrasi identitas anak kami di Taiwan seperti ARC, Paspor, dan NHI.
Proses Kuliah Selama Hamil dan Maternity Leave
Lalu bagaimana proses kuliahnya? Apakah tetap masuk kuliah selama cuti? Jawabannya adalah tidak. Perencanaan wajib dilakukan di awal semester agar proses perkuliahan tetap bisa berjalan meskipun saya cuti melahirkan. Caranya adalah dengan memperkirakan waktu melahirkan dan melakukan izin dengan Professor yang mengampu mata kuliah di awal perkuliahan. Saya sudah tau jika jadwal melahirkan saya sekitar awal bulan Desember 2019. Oleh karena itu saya meminta izin kepada Professor untuk cuti di awal Desember dan tidak ikut perkuliahan sampai UAS.
Apakah semudah itu meminta izin dalam waktu lama? Jawabannya adalah iya. Inilah hal lain yang membuat saya bersyukur dengan hamil di waktu yang tepat. Waktu itu saya memutuskan mengambil mata kuliah Natural Processing Language yang notabene banyak tugas dalam mata kuliah ini. Namun, saya bertekad mengambil kuliah ini semasa hamil. Saya mengambil keputusan tersebut karena dari awal Professor yang mengampu mata kuliah ini sudah memberikan saya izin untuk cuti melahirkan. Selain itu, saya juga tidak diperkenankan datang di hari UAS. Beliau menganggap melahirkan adalah proses yang berat, jadi tidak masuk sampai UAS tidak masalah. Senang bukan mendapatkan Professor yang punya toleransi tinggi.
Akhirnya saya dan suami ikut kuliah di mata kuliah ini dan saya melakukan kuliah sampai pertemuan ke 12. Di pertemuan 13 sampai 16 saya cuti dan waktu UAS saya tidak perlu datang. Beruntung UAS dikerjakan dalam bentuk final project secara kelompok dan hanya butuh presentasi poster. Beruntungnya lagi adalah teman satu kelompok saya adalah suami saya sendiri, hehe. Untuk pengerjaan tugas saya juga diberikan keleluasaan untuk mengerjakan sampai akhir semester 3. Sehingga saya bisa fokus merawat bayi setelah melahirkan.
” Saya benar-benar mengacungi jempol untuk warga Taiwan atas toleransi mereka menyikapi masalah wanita hamil dan proses cuti melahirkan. “
Proses Parenting
Proses parenting adalah tahapan baru setelah proses hamil dan melahirkan terlampaui. Saat saya menulis artikel ini, saya baru melakukan proses parenting selama satu bulan. Siapa sangka ternyata hamil adalah proses paling mudah dalam proses memiliki anak. Disusul dengan melahirkan dan yang paling sulit adalah proses parenting. Dimana kita akan berperan sebagai orang tua yang harus merawat, membesarkan, dan mendidik anak.
Saya yang selama ini sama sekali tidak pernah belajar parenting cukup kaget jika ternyata mengurus anak adalah hal yang tidak mudah. Awalnya saya berekspektasi cukup tinggi, namun kembali lagi, kadang ekspektasi tidak selalu sesuai dengan realita. Kehidupan setelah punya anak berubah sangat drastis. Jika awalnya saya adalah manusia dengan kehidupan yang teratur bangun dipagi hari, lalu mandi, sarapan, setelah itu ke kampus dan kuliah di siang hari, pulang kampus di sore hari. Tidur cukup antara 6-8 jam di malam hari, setelah punya anak jadwal itu jadi berantakan.
Saya baru saja mengetahui jika bayi punya pola hidup berbeda diawal kehidupannya. Dia bisa tidur 18-20 jam sehari namun pola tidurnya tidak menentu. Bayi tidur selama 2 jam lalu bangun untuk menyusu selama 40 menit hingga 1 jam. Dan hal tersebut berulang tidak peduli siang atau malam. Kelihatannya sederhana, tapi ternyata sulit dilalui. Pola tidur kita menjadi berantakan karena mau tidak mau harus menyesuaikan dengan pola hidup bayi di awal kehidupannya. Proses parenting yang akan saya lakukan masih sangat panjang, jika ada waktu dan kesempatan akan saya tulis di artikel lain.
Indahnya, kak Ida.
masa-masa perjuangan dan tentu membutuhkan kerjasama dan komunikasi yang baik dengan suami.
Semoga kak Ida dan keluarga diberikan kesehatan dan kemudahan selalu.
Ikutan senang, berbunga-bunga dan mendoakan yang terbaik untuk karir dan keluarga kak Ida.
MasyaAllah mba,
Keren bgt, hamil dan melahirkan disaat masih kuliah. Ada banyak pengalaman seru ya
Apalagi kalau pas ngidam ada banyak keinginan, pasti gak bakal terlupakan.
Sehat2 selalu ya bersama keluarga
seru banget ngebaca pengalaman dari mbak sampai melahirkan di luar negeri. Apalagi lagi dalam S3 ya itu gak mudah pula.. Cuma senangnya si anak tempat lahirnya jadi di luar negeri hehehe biar lebih keren dikit.
Pastinya ya, hamil dan melahirkan di luar negeri, apalagi saat masih sekolah gitu, lebih banyak tantangannya. Kalo di tanah air kan ada keluarga yang bisa bantuin. Terusnya juga pilihan makanan. Alhamdulillah deh, semuanya terlewati. Sehat-sehat selalu adenya, ya 😍
Barakallahu kak, bisa melahirkan anak yang manis dan sukses dengan gelar S3 di Taiwan. Rezeki berlimpah dan berbahagia selalu ya
Saya pun saat anak sulung dulu, hamil dan melahirkannya ya saat sedang berstatus mahasiswi juga. Bedanya bukan di luar negeri, tapi di Indonesia sini aja. Pastinya lebih mudah karena ada keluarga besar juga di sekitar yang bisa bantu..salut sih sama perjuangannya Mbak Ida dan keluarga di sana.
Alhamdulillah, baca ceritanya ikut bahagia deh mbak, bagai roller coaster, ada perasaan khawatir karena kuliah, jauh dari keluarga, tapi ternyata di tengah desakan ini justru jadi kompak dengan suami untuk urusan rumah tangga. Hebatnya kalian..
Wah keren banget mbak
Hamil bukan jadi halangan untuk menyelesaikan tugas kuliah ya mbak
MasyaAllah seneng dengarnya ceritanya mba …sambil sekolah, walau keaadaan hamil, kalau beasiswa gitu d cover Juga gak mba untuk biaya hidup.
Soong Junhong Maternity Hospital. Bisa jadi pihanya mba Karena Rumah saki fasilitas yang cukup lengkap,
Salam kenal Mbk, seru banget baca diary kehamilan dan sampai melahirkan di Taiwan. Senang banget ya bisa lancar hamil dna kuliah S3. Semoga semkain sukses dan bahagia.
MashaAllah. Luar biasa Mbak Ida. Menurut info yang sampai ke telinga saya, seorang Ibu hamil yang sedang dalam pendidikan dan sering membaca buku-buku yang berkualitas, inshaAllah akan meneruskan dan mewariskan kepintaran akademis ibunya. Aamiin YRA.
Saya terkesan banget dengan berbagai kemudahan yang Mbak Ida alami selama menempuh pendidikan S3 di Taiwan. Ternyata kepedulian masyarakat Taiwan, terutama universitas, sungguh sangat membantu. Ibu hamil dan melahirkan tidak mengalami hambatan apapun.
Kerennya bisa hamil dan melahirkan disaat masih kuliah, apalagi waktu udah S3 lho.. boleh bagi tips untuk management waktu nya? Hehe
Ya Allah.. Sungguh hebat dirimu Mbak. Kuliah S3 di luar negeri, hamil dan melahirkan di sana. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana dirimu mengatasi stres yang muncul dari dua sisi ini. Alhamdulillah, bisa terlampui dengan baik ya..
Lucu sih cerita ngidamnya, Mbak. Tapi aku setuju. Bahwa mencari suami nggak hanya berdasarkan mapan dan tampan saja. Dia juga harus baik dan penuh kasih pada kita. Terlebih saat melewati masa hamil.
mirip kisah anakku nih
sedang kuliah s3 di Jepang, tapi gak nunggu lulus untuk menikah
jadi istrinya hamil dan melahirkan saat mereka di Jepang
Salut untuk Mbak Ida dan suami.Sukses untuk studi dan sehat selalu bersama keluarga kecilnya.
Terima kasih sudah membagikan kisah kehamilan selama di Taiwan sambil menempuh pendidikan. Senangnya semua dimudahkan.
Kalau saya pengalaman ikut suami kuliah di New Orleans, US, tahun 2009, saat anak kedua berumur 2 bulan berangkat ke sana (anak pertama 4 tahun). Tantangan memang ya hidup di luar negeri tanpa support keluarga besar.
wah ini sih keren banget pengalamannya hamil sambil kuliah di luar negeri pula. semoga sehat selalu ya kak
Ceritanya menarik sekali. Pengalaman kakak melahirkan di luar negeri sama kayak saudara saya, tapi saya belum tahu sih di akte lahirnya itu gimana? pake tempat lahir di luar negeri berarti ya?
Waaaah, menuntut ilmu perlu perjuangan sekali ya mbak. Kuliah S3 sambil hamil, itu rasanya gimana mbak? Aku penasaran sama management waktunya hehe.
Assalamualaikum,saya pekerja di Taiwan dan pacar saya pelajar atau mahasiwa di Taiwan, saat ini pacar saya masih S1 dan 2 semester lagi mau wisuda, disini kita ada rencana nikah di Taiwan, tp masih bingung mau nikah sehabis wisuda atau dekat-dekat ini, saya mau tanya apakah S1 belum wisuda itu boleh nikah? Tolong bantu jawab ya kaka sekalian
Waalaikumsalam,
Saya rasa perkuliahan (akademik/kampus) tidak ada relasinya dengan boleh tidaknya menikah.
Jadi mungkin bisa melihat peraturan pernikahan di negara tempat akan menikah (Taiwan/Indonesia).
Mohon maaf apakah mba kuliah dengan beasiswa? Jika dg beasiswa bagaimana menjalani proses melahirkan disana dilihat dari sisi budgeting?
Halo kak. Iya benar, saya kuliah dengan beasiswa. Beasiswa yang saya peroleh lengkap dengan biaya hidup. Memang fasilitas kesehatan disini cukup mahal, namun saya sudah memiliki asuransi kesehatan, jadi biaya periksa kehamilan sampai biaya melahirkan di cover asuransi. Saya hanya cukup membayar biaya yang tidak ditanggung asuransi, misalnya pemeriksaan down simdrom, induksi, dan pemeriksaan pada bayi pasca melahirkan. Dan biaya tersebut masih ter-cover dengan biaya hidup dari beasiswa.
Assalamualaikum, saya mahasiswa Taiwan juga dan sedang mengalami kehamilan. Bolehkah saya sharing lebih lanjut ke anda? Karena posisi saya sekarang membingungkan bagi saya.
Waalaikumsalam,
Boleh, silahkan, jika pertanyaan secara umum bisa melalui komentar disini,
Atau, jika ingin secara personal bisa melalui message FB kami
https://www.facebook.com/indowhiz/
terima kasih