Para peneliti memublikasikan temuan penelitiannya, salah satunya pada jurnal ilmiah. Di sisi lain, para penerbit jurnal ini mendapatkan untung besar, padahal tidak banyak orang yang membaca jurnalnya. Misalnya saja, RELX, perusahaan induk Elsevier, mendapat laba sekitar 45 triliun rupiah pada tahun 2022 lalu. Pastinya, sebagian orang berpikir itu tidak adil. Salah satunya karena para peneliti harus membayar mahal untuk menerbitkan atau membaca artikelnya. Padahal, penerbit jurnal mendapatkan reviewer dan artikel dari peneliti secara gratis.
Kritik jurnal ilmiah berbayar
Jurnal bereputasi membebankan biaya tinggi untuk menerbitkan atau membaca artikel. Tapi, kebanyakan orang pasti tidak tahu cara kerja penerbitan jurnal dan dana yang mereka butuhkan. Itulah sebabnya, banyak peneliti mengkritik tentang mahalnya biaya jurnal ilmiah dengan berbagai alasan.
Menggunakan reviewer dan artikel peneliti yang gratis
Ketika para peneliti menulis artikel, dan mereka mengirimkannya ke jurnal untuk diterbitkan. Lalu, editor jurnal meminta peneliti lain (sebagai reviewer) untuk memeriksa dan memberikan pendapat tentang artikel itu. Hal ini biasa kita sebut dengan peer-review. Biasanya, reviewer tidak dibayar atau bekerja secara sukarela.
Para peneliti memberikan artikelnya secara gratis, begitu juga reviewer. Tapi, jurnal mendapatkan untung dari penerbitan artikel. Jelas, banyak orang berpikir, ini tidak adil. Bahkan, sebagian orang berpendapat bahwa penerbit jurnal harusnya membayar reviewer.
Lucunya lagi, penerbit menjual kembali jurnal mereka ke institusi dan universitas. Padahal, dari tempat itu juga para penerbit mendapatkan artikel ilmiah.
Menghambat kemajuan sains
Sebagian orang berpikir bahwa beban biaya jurnal akan memperlambat kemajuan sains. Artinya, karena mahalnya biaya jurnal, sebagian orang tidak bisa membaca artikel ilmiah yang mereka perlukan. Akibatnya, pekerjaan sebagian peneliti mungkin akan menjadi lebih lambat. Memang, ada permintaan untuk mengubah sistem ini, agar hasil penelitian lebih mudah didapat dan lebih adil bagi semua pihak yang terlibat.
Sci-hub dan kontroversinya
Untuk menyiasati mahalnya harga ilmu pengetahuan (secara ilegal), seorang mahasiswi sains membuat sebuah situs bernama Sci-Hub. Saat ini, itu adalah situs pembajak artikel akademis terbesar di dunia. Singkatnya, Sci-Hub memungkinkan siapa saja membaca buku atau artikel jurnal (bahkan yang berbayar) secara gratis, di mana saja, kapan saja.
Tapi nampaknya, sebagian orang marah pada Sci-Hub karena melanggar undang-undang hak cipta. Akhirnya, banyak penerbit akademik yang menuntut Sci-Hub karena mencuri konten berbayar mereka. Nyatanya, meski para penerbit besar di Amerika sudah menggugatnya dua kali, situs ini tetap berfungsi. Hal ini membuat perbedaan pendapat besar-besaran tentang peran Sci-Hub dalam memberikan akses gratis ke ilmu pengetahuan.
Di satu sisi, banyak peneliti di seluruh dunia yang menggunakan Sci-Hub untuk membaca artikel, karena tidak mampu membeli dalam jumlah besar. Di sisi lain, penerbit juga mengatakan bahwa mereka melakukan hal-hal penting, seperti mengelola peer-review dan mengedit artikel. Tentu saja, mereka juga harus mendapatkan bayaran untuk pekerjaan mereka.
Tawaran penerbit
Menjalankan bisnis jurnal itu jelas tidak gratis. Penerbit harus mengelola banyak hal. Apalagi dengan begitu banyak biaya tambahan yang harus mereka bayar.
Untuk mengatasi masalah ini, sebagian besar jurnal bereputasi mengizinkan para penulis untuk membagikan artikel mereka dengan beberapa cara.
- Setelah masa embargo.
Setelah artikel terbit, penulis dapat membagikannya secara gratis di situs web seperti ResearchGate atau melalui institusi mereka. Tapi mereka harus menunggu sampai masa embargo berakhir. Biasanya memakan waktu antara 6 hingga 24 bulan (sekitar 2 tahun) setelah tanggal publikasi. - Membagikan versi Pracetak (Preprint)
Para penulis dapat mengunggah atau membagikan versi pracetak (Preprint) artikel kapanpun mereka mau. Itu adalah draf versi pertama yang mereka serahkan ke jurnal, sebelum peer-review.
Biasanya, periode embargo penerbit dirasa terlalu lama, terutama untuk “kemajuan teknologi yang pesat” di bidang-bidang seperti komputer dan elektronik. Artinya, ada banyak persaingan dan orang menginginkan hal-hal baru, jadi selalu ada sesuatu yang baru dan lebih baik. Akhirnya, bisa jadi teknologi yang mereka usulkan sudah usang saat masa embargo berakhir.
Di sisi lain, membagikan versi pracetak tampaknya merupakan ide bagus untuk segera memberitahu publik tentang teknologi baru. Memang, ada juga beberapa masalah dengan berbagi pracetak. Versi pracetak kemungkinan besar masih memiliki beberapa kesalahan atau ketidakakuratan, karena belum ada yang memeriksanya. Selain itu, mungkin ada pernyataan atau klaim yang tidak jelas pada versi itu. Artinya, para pembaca harus teliti dan berhati-hati saat menggunakan informasi pada versi pracetak. Nyatanya, banyak peneliti berpendapat bahwa versi pracetak memiliki lebih banyak manfaat daripada kekurangannya.
Cara mendapatkan artikel berbayar secara legal dan gratis
Bagi seseorang (atau peneliti), harga kumulatif artikel berbayar dirasa sangat mahal. Tetapi ada banyak cara untuk mendapatkannya secara gratis dan legal.
- Lihat apakah institusi Anda berlangganan.
Banyak universitas dan lembaga penelitian berlangganan beberapa penerbit akademik bereputasi. Jadi, mahasiswa dan staf dapat membaca artikel mereka secara gratis. - Meminta pinjaman antar perpustakaan.
Institusi Anda mungkin tidak berlangganan jurnal yang Anda inginkan. Tapi, mungkin Anda bisa meminta artikel tersebut melalui pinjaman antar perpustakaan. Artinya, perpustakaan dapat menggunakan layanan ini untuk mendapatkan sesuatu dari perpustakaan lain untuk penggunanya. - Cari versi akses terbuka (open-access).
Beberapa penulis mungkin membagikan artikel mereka secara gratis di situs web publik, institusi, atau di situs web mereka sendiri. - Tanyakan pada penulis.
Jika Anda tidak dapat menemukan versi gratisnya, coba kirim email ke penulis artikel dan minta salinannya. Banyak penulis yang dengan senang hati memberikan artikelnya (yang telah terbit) kepada peneliti lain.
Selain itu, mendapatkan artikel lain yang mirip sudah tidak sesulit dulu. Sebagai contoh, Anda dapat mencari artikel terkait di Google Cendekia.