Terakhir diperbarui pada Mei 8, 2022
Ya, TOEFL sangat penting dalam lingkungan akademik.
Meski lahir di Indonesia, dan orang tua asli Indonesia, kita sudah diajari untuk Berbahasa Inggris mulai dari kecil. Alhasil, menjadikan Bahasa Inggris sebagai bahasa kedua atau ketiga (jika ada bahasa daerah).
Namun, mungkin beberapa dari kita, menganggap Bahasa Inggris itu hanya untuk komunikasi di luar negeri. Itupun kalau kita punya rencana ingin ke luar negeri. Dampaknya, banyak dari kita bahkan tidak pernah mengikuti TOEFL, TOEIC, atau jenis tes kemampuan berbahasa Inggris lainnya.
TOEFL dan TOEIC
Istilah TOEFL (Test of English as a Foreign Language) dalam Bahasa Indonesia kita kenal dengan Tes Bahasa Inggris sebagai Bahasa Asing. Hal ini merupakan standar tes untuk mengukur penguasaan Bahasa Inggris dalam lingkungan akademik. Tes tersebut menggunakan bahasa yang merupakan bahasa formal atau akademik. Umumnya menggunakan kosa-kata yang lebih rumit daripada kosakata yang digunakan untuk percakapan sehari-hari. Karena itu, TOEFL sangat umum digunakan sebagai persyaratan pendaftaran ke sekolah di negara asing, pertukaran pelajar, atau untuk visa pelajar.[1]
Selain TOEFL, ada tes kemampuan berbahasa Inggris lainnya seperti TOEIC (Test of English for International Communication), yang mana dalam Bahasa Indonesia kita kenal dengan Tes Bahasa Inggris untuk Komunikasi Internasional. TOEIC menggunakan bahasa sehari-hari atau bahasa bisnis. Karena itu, TOEIC umumnya dibutuhkan untuk persyaratan lamaran pekerjaan di negara asing, ataupun untuk visa kerja.
TOEFL dan TOEIC merupakan jenis tes kemampuan berbahasa Inggris yang paling populer di dunia. Namun keduanya mengukur hal yang berbeda, dan untuk tujuan yang berbeda pula.[1] Oleh karena itu, kamu perlu merencanakan tujuan kamu terlebih dahulu, selanjutnya, kamu dapat merencanakan untuk mengikuti TOEFL atau TOEIC.
Namun dalam artikel ini, kita hanya membahas tentang TOEFL, dan mengapa persyaratan mendaftar ke universitas dalam maupun luar negeri umumnya membutuhkan TOEFL.
Skor TOEFL
Perlu kamu ketahui, bahwa sertifikat TOEFL hanya menunjukkan skor berupa angka, dan tidak ada nilai gagal ataupun lulus pada sertifikat tersebut.
Umumnya, universitas dalam maupun luar negeri akan mensyaratkan skor TOEFL minimum bagi para calon peserta didiknya. Selain itu, persyaratan skor minimumnya semakin meningkat pada setiap tingkatan/jenjang pendidikannya.[2]
Sebagai contoh, seseorang membutuhkan skor minimum TOEFL 425-450 untuk syarat kelulusan S1. Di sisi lain, seseorang membutuhkan skor minimum TOEFL 477 untuk persyaratan mendaftar S2, dan skor minimum TOEFL 500 untuk mendaftar S3.
Syarat skor TOEFL untuk beasiswa umumnya lebih tinggi. Misal untuk mendaftar beasiswa LPDP, syarat skor TOEFL untuk pendaftar program magister yaitu 500, dan untuk doktoral minimum skor 530.[3]
Meskipun begitu, umumnya setiap universitas dan pemberi dana beasiswa memiliki kebijakan tersendiri mengenai skor minimum TOEFL tersebut. Oleh karena itu, setelah merencanakan tujuan kamu mengikuti TOEFL, kamu cukup mengusahakan agar skor pada sertifikat TOEFL kamu sudah melebihi persyaratan. Setelah itu, kamu bisa mulai memikirkan hal lain yang lebih penting.
Penggunaan Bahasa Inggris dalam akademik
Sebagian besar universitas dalam negeri mewajibkan mahasiswa Program Sarjana (Strata-1 atau S1) untuk memiliki sertifikat TOEFL saat menjelang semester akhir, atau sebagai syarat kelulusan.[4] Sebagian mahasiswa pada jenjang S1 mungkin tidak begitu merasakan dampak memiliki sertifikat TOEFL. Bahkan setelah lulus, sertifikat tersebut mungkin sudah tidak mereka gunakan lagi.
Namun, berbeda cerita ketika kamu ingin melanjutkan studi ke luar negeri, mungkin kamu sangat membutuhkan sertifikat TOEFL. Meski beberapa negara tidak mewajibkanmu untuk memilikinya.
Selain itu, jika kamu ingin melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi seperti magister (S2) atau doktor (S3), maka kamu wajib memiliki sertifikat TOEFL. Karena, universitas dalam maupun luar negeri umumnya mensyaratkan sertifikat TOEFL dalam pendaftaran program S2 ataupun S3.
Dalam kasus ini, mungkin banyak dari kamu yang bertanya-tanya. Kuliah di Indonesia, komunikasi menggunakan Bahasa Indonesia, bahkan kuliahnya juga berbahasa Indonesia. Lantas, untuk apa sertifikat TOEFL menjadi syarat mendaftar program Magister dan Doktoral dalam negeri? Baik, mari kita bahas satu per satu.
Komunikasi
Saat kamu ingin melanjutkan studi ke luar negeri, umumnya komunikasinya menggunakan Bahasa Inggris. Jadi, sudah sangat wajar apabila sertifikat TOEFL merupakan salah satu persyaratan pendaftaran.
Lalu bagaimana jika kita kuliah di Indonesia, dimana komunikasi tetap memakai Bahasa Indonesia?
Penggunaan Bahasa Inggris mungkin tidak banyak terlihat dalam komunikasi sehari-hari maupun dalam perkuliahan. Namun, jika kamu mengikuti seminar atau prosiding internasional, mau tidak mau kamu harus berkomunikasi menggunakan Bahasa Inggris. Hal tersebut mungkin akan sering kamu temui pada jenjang S3 daripada S2.
Kemungkinan besar, kamu perlu berkomunikasi menggunakan Bahasa Inggris jika kampus kamu bekerja sama dengan profesor atau perusahaan luar negeri. Sebab, Bahasa Inggris merupakan bahasa kedua yang paling umum digunakan di dunia.[5]
Jadi, dalam hal ini sertifikat TOEFL akan memberikan informasi tentang level kemampuan seseorang, untuk berkomunikasi dengan Bahasa Inggris dalam lingkungan akademik.
Pemahaman referensi
Salah satu bagian TOEFL adalah tes kemampuan membaca (reading) materi akademik berbahasa Inggris. Kosa-kata dalam materi tersebut umumnya sering ditemukan dalam buku teks atau literatur di universitas.[6]
Sebelum kamu belajar dalam proses perkuliahan, kamu harus terbiasa dengan materi-materi akademik berbahasa Inggris. Perlu kamu ketahui, bahwa tidak sedikit orang yang sudah sering belajar Bahasa Inggris, namun mereka tetap kesulitan memahami materi berbahasa Inggris dalam lingkungan akademik.[1]
Meski kamu kuliah di salah satu universitas di Indonesia, dan berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia, tidak menutup kemungkinan bahwa proses perkuliahan akan menggunakan materi ataupun referensi berbahasa Inggris. Bahkan, jika kamu mencari sumber referensi di internet, kebanyakan kontennya menggunakan Bahasa Inggris. Terlebih lagi, hingga saat ini (Januari 2021), sekitar 60,4% situs di dunia menggunakan Bahasa Inggris, dan situs yang menggunakan Bahasa Indonesia masih di bawah 1%.[7]
Penelitian dan publikasinya
Dalam perjalanan kuliah, kamu akan menghabiskan masa studi kamu dengan meneliti dan mempublikasikan hasil penelitian tersebut. Melakukan penelitian umumnya mencakup pengumpulan data, membersihkan data, melakukan analisis, hingga melaporkan hasil analisisnya.[8] Dalam hal ini, kamu akan membutuhkan banyak referensi atau rujukan terbaru yang berkaitan dengan penelitian, dan sebagian besar referensi atau rujukan tersebut menggunakan Bahasa Inggris.
Pada saat-saat tertentu, tidak menutup kemungkinan kamu akan melakukan kolaborasi penelitian dengan peneliti asing (luar negeri). Alhasil, Bahasa Inggris akan lebih banyak kamu gunakan dalam berkomunikasi hingga mencari referensi.
Selanjutnya, hasil temuan yang telah kamu peroleh dari penelitian, kemungkinan besar akan kamu publikasikan dalam jurnal, paten, buku, dan/atau jenis publikasi lainnya. Pada jenjang S3, targetnya kamu dapat mempublikasikan hasil penelitian melalui penerbit internasional yang bereputasi tinggi. Dalam hal ini, kamu sangat membutuhkan kemampuan menulis dalam Bahasa Inggris.
Dalam hal publikasi, semisal jurnal, banyak hal yang perlu diperhatikan agar artikelmu dapat dipublikasi pada jurnal internasional bereputasi. Substansi artikel, format, keterbacaan, hingga tata bahasa harus kamu perhatikan.[9] Dalam kasus ini, kamu mungkin akan membutuhkan kemampuan Bahasa Inggris yang lebih tinggi. Jika kamu belum mampu, kamu mungkin perlu mengeluarkan biaya yang tidak sedikit, untuk mendapatkan bantuan dari orang lain yang mampu untuk merapikan format, melakukan proofreading, dan/atau pemeriksaan lainnya terkait Bahasa.
Kesimpulan
Sangat wajar apabila pendaftaran kuliah pada jenjang S2 maupun S3 mensyaratkan sertifikat TOEFL. Bahkan meski kamu kuliah di salah satu universitas di Indonesia.
Panitia penerimaan di universitas, sangat berharap peserta didik yang telah lulus seleksi dapat belajar dengan mudah di perkuliahan, tanpa kesulitan karena adanya materi/teks, ataupun komunikasi berbahasa Inggris. Oleh sebab itu, panitia menggunakan skor pada sertifikat TOEFL sebagai metrik, untuk melihat kemampuan Bahasa Inggris setiap calon peserta didiknya.[1]
Sebab, penggunaan Bahasa Inggris dalam lingkungan akademik sudah sangat umum. Apalagi dalam jenjang S2 maupun S3, sudah sewajarnya menggunakan Bahasa Inggris dalam berkomunikasi, mencari referensi, maupun melakukan penelitian.
Referensi
- [1]C. Montgomery, “What Is the TOEFL Test? Why Do You Need It?,” PrepScholar: TOEFL, Jan. 02, 2017. https://www.prepscholar.com/toefl/blog/what-is-toefl/ (accessed Jul. 31, 2020).
- [2]M. Nandi, “How Important is TOEFL Score in Admissions?,” GyanDhan, Feb. 07, 2020. https://www.gyandhan.com/blogs/important-of-toefl-score-in-admissions (accessed Jul. 31, 2020).
- [3]LPDP, “Beasiswa Reguler 2019,” Kemenkeu: LPDP. https://lpdp.kemenkeu.go.id/en/beasiswa/umum/beasiswa-reguler-2022/ (accessed Mar. 02, 2021).
- [4]Universitas Negeri Malang, Pedoman Pendidikan Universitas Negeri Malang (UM) Tahun Akademik 2017/2018. Malang, Indonesia: Biro Akademik, Kemahasiswaan, Perencanaan, Informasi, dan Kerjasama, 2017.
- [5]ELC, “4 Reasons Why Learning English is so Important,” ELC: The English Language Centre, Sep. 30, 2013. https://www.elc-schools.com/blog/4-reasons-why-learning-english-is-so-important/ (accessed Jul. 31, 2020).
- [6]TestDEN, “TOEFL Reading,” TestDEN. https://www.testden.com/toefl/reading.htm (accessed Aug. 01, 2020).
- [7]W3Techs, “Usage statistics of content languages for websites,” W3Techs: Web Technology Survey. https://w3techs.com/technologies/overview/content_language (accessed Aug. 01, 2020).
- [8]Monash University, “Reporting and discussing your findings,” Monash University. https://www.monash.edu/rlo/graduate-research-writing/write-the-thesis/writing-the-thesis-chapters/reporting-and-discussing-your-findings (accessed Aug. 01, 2020).
- [9]“The Final Polish: Editing and Proofreading,” in Study Skills for International Postgraduates, Red Globe Press, 2011, p. 8.
Gambar sampul oleh pressfoto dan Niamh O’C, yang telah dimodifikasi.
Waduh, TOEFL dan TOEIC. Aku paling takut dengan tes kedua ini. Dulu aja waktu mau lulus S1, takut banget. Dan merasa susah banget. Hihihi apalagi mau S2 S3 ya. Penting banget dan susah banget pastinya. Entahlah, English formalku jelek banget. Bisanya slang-ean aja. 😀
Syarat TOEFL memang yang biasanya dijadikan saringan awal yaa..
Jadi ingat masa-masa mengejar standart kelulusan untuk nilai TOEFL.
Huhu..itu beneran kudu coba lagi dan lagi..
Sebenarnya memiliki skor TOEFL tinggi sebagai syarat melanjutkan studi ke jenjang S2 itu ada manfaatnya juga kok menurut saya, supaya mahasiswa nantinya nggak gagap setiap kali ketemu dan harus mempelajari jurnal berbahasa asing.
Eh tapi saya dulu juga ikut tes TOEFL karena mau melamar beasiswa S2 sih, sebelumnya nggak pernah mengukur kemampuan berbahasa Inggris
Setuju banget kakak TOEFL itu menjadi tolak ukur untuk saat ini jenjang kuliah terutama S2 & S3 ya.Terimakasih kak untuk informasi yang bermanfaat. Karena ada rencana anakku untuk ambil S2
Jadi ingat dulu pernah kursus TOEFL di LPIA waktu mau test masuk PPDS (Program Pendidikan Dokter Spesialis). Sangat bermanfaat sekali ternyata… TOEFL ku bisa terangkat dan bisa lebih pede
Baik buat kerja maupun untuk melanjutkan pendidikan, tes TOEFL ini memang perlu ya. Jadinya disiapkan juga biar memudahkan untuk daftar kuliah lagi
selain toefl, kita juga harus mempelajari bahasa Indonesia secara benar (EYD, PUEBI dll)
agar mempelajari bahasa secara utuh, gak hanya bisa untuk percakapan saja
Sebagai bahasa internasional, bahasa Inggris memang sebaiknya dikuasai terutama oleh kalangan pelajar dan sarjana. Beda dengan masyarakat biasa. Komunikasi dan intelektual pribadi akan lebih terlihat kualitasnya jika bisa bercakap dan tulis menulis dalam bahasa internasional ini